Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Iklim Baik Pariwisata Berkelanjutan

› Ekonomi›Iklim Baik Pariwisata... Masyarakat dapat berkontribusi menahan kehancuran bumi dengan pariwisata berkelanjutan. Sembari berlibur dan berinteraksi dengan warga lokal, konsep ini dapat menjadi terobosan baru dengan peminat yang tinggi. OlehYOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA · 5 menit baca RIAN SEPTIANDIWisatawan di Desa Panglipuran, Bangli, Bali (23/4/2023).Status pandemi Covid-19 yang bergeser menjadi endemi membuka gerbang baru industri pariwisata. Kualitas pariwisata lebih diutamakan ketimbang kuantitas pergerakan wisatawan.Pada saat bersamaan, perubahan iklim juga makin terasa dengan cuaca yang sulit terprediksi. Suhu terus meningkat. Risiko-risiko bencana alam yang dahulu dikira mustahil terjadi kini dapat berlangsung kapan saja. Fenomena perubahan iklim ini semakin menjadi kekhawatiran investor dunia. Laporan Survei Investor Global 2023 yang dilakukan PricewaterhouseCoopers (PwC) menunjukkan kekhawatiran akan isu perubahan iklim meningkat dari 22 persen pada 2022 menjadi 32 persen pada 2023. Baca juga: ”Green Tourism” Diprediksi Jadi Tumpuan Pariwisata 2024PwC menyebar survei itu pada 345 investor dan analisis dari 30 negara. Wawancara mendalam juga dilakukan pada 15 profesional yang bergerak pada bidang investasi.Hal itu juga selaras dengan langkah Organisasi Pariwisata Dunia (UNWTO) yang menyatakan bahwa kerangka investasi sektor pariwisata perlu menitikberatkan pada tiga aspek, yakni investasi terhadap manusia, investasi untuk keberlanjutan, dan investasi melalui teknologi serta inovasi.ARSIP KEMENPAREKRAFMenteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno (kedua dari kanan) sedang menjelaskan tren pariwisata 2024 dalam Indonesia Tourism Outlook 2024 di Jakarta, Selasa (28/11/2023). Ia menekankan, konsep pariwisata hijau akan banyak dicari wisatawan pada tahun depan.Isu-isu tersebut pun menggerakkan Pemerintah Indonesia untuk menumbuhkan wisata berkelanjutan (sustainable tourism)yang berkaitan erat dengan wisata hijau (green tourism). Pada 2024, model wisata ini diprediksi akan makin digandrungi.”Ada kekhawatiran tentang perubahan iklim sehingga fasilitas pariwisata, seperti hotel, sudah seharusnya bisa mengacu pada ekonomi hijau,” ujar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dalam Indonesia Tourism Outlook 2024 di Jakarta pada November lalu.Baca juga: Mimpi Hijau Pariwisata SeduniaIndonesia dengan kekayaan alam serta keanekaragaman budaya berpotensi tinggi dalam pengembangan pariwisata hijau. Hal ini diperkuat dengan kontribusi sektor energi terbarukan yang menyumbang besaran investasi tertinggi secara global selama empat tahun terakhir.”(Green tourism)ini menjadi peluang dan daya tarik kita, dan memang harus ada komitmen pembangunan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan,” kata Sandiaga.Data Kemenparekraf menunjukkan, faktor pengembangan destinasi pariwisata yang berkualitas dan inovatif dapat mendongkrak pertumbuhan industri pariwisata Indonesia pada tahun depan. Perjalanan berkelanjutan, pengalaman budaya, serta kebugaran digadang-gadang menjadi tren wisata selanjutnya.KOMPAS/HERU SRI KUMOROBeberapa warga sedang menenun di Lunto Timur, Distrik Lembah Segar, Sawahlunto, Sumatera Barat, Kamis (25/1). Guna memperluas pasarnya, para penenun ini menjual produk-produknya melalui media sosial.Permintaan wisata berkelanjutanPengenalan konsep pariwisata berkelanjutan menambah kepercayaan diri pemerintah untuk meningkatkan target kinerja sektor ini. Nilai devisa pariwisata ditargetkan mencapai 7,38 miliar dollar AS hingga 13,08 miliar dollar AS pada 2024. Sementara itu, kontribusi pariwisata pada produk domestik bruto (PDB) naik dari 4,1 persen pada 2023 menjadi 4,5 persen pada 2024. Adapun penyerapan tenaga kerja pariwisata naik dari 21,93 juta orang pada 2023 menjadi 22,08 juta orang pada 2024.Baca juga: Dana Pariwisata Siap Dibentuk untuk Dukung Pariwisata IndonesiaMenurut Direktur Kajian Strategis Kemenparekraf Agustini Rahayu, business and leisure atau perpaduan bisnis serta berlibur akan makin digandrungi pada tahun ini. Orang-orang dapat melakukan perjalanan bisnis sembari berlibur.Tren lainnya adalah wisata perawatan diri (wellness tourism)serta pencarian pengalaman budaya otentik (cultural immersion). Prediksi ini tak terlepas dari pengalaman tahun sebelumnya. Pada 2023 jumlah wisatawan alam dan kuliner naik 10 persen dibandingkan 2019.Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani berpendapat, wisata berkelanjutan erat kaitannya dengan pariwisata berwawasan lingkungan. Hal ini tak lepas dari upaya untuk meminimalkan jejak karbon (zero carbon footprint).”Nah, semua itu bisa terjadi asal program-program untuk membangun kesadaran masyarakat, pengelolaan lingkungan itu bisa berjalan efektif,” ujarnya pada Sabtu (23/12/2023).KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA R PUSPARISAKetua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani setelah menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Selasa (28/11/2023).Langkah-langkah sederhana yang tampak sepele justru dapat berimbas positif pada kemajuan pariwisata dalam negeri, seperti kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, sehingga tak berceceran.Ia meyakini wisata hijau akan menjadi tren baru. Hanya saja, hal itu perlu dibarengi dengan edukasi terkait lingkungan pada masyarakat.Baca juga: Keberlanjutan Pariwisata dan Pariwisata BerkelanjutanTren wisata ini tak akan berjalan jika konsumen atau wisatawan tak memahami konsep berkelanjutan. Namun, kini, mereka yang sadar akan masalah-masalah kelestarian lingkungan juga makin tinggi. ”Artinya dari konsumen meningkat demand-nya, dari sisi pelaku (wisata) juga otomatis akan menyesuaikan,” kata Hariyadi.Berdasarkan laporan Perjalanan Berkelanjutan 2022 yang dirilis Booking.com, salah satu lokapasar terbesar dunia, konsep berkelanjutan dinilai penting bagi para wisatawan dunia. Setidaknya 4 dari 5 wisatawan atau 81 persen responden mengakui hal tersebut.AFAktivis kelompok Extinction Rebellion menyuarakan perlunya solusi nyata dalam mengatasi perubahan iklim saat menggelar aksi di Lapangan Parlemen, London, Inggris, Selasa (1/9/2020). Sebagian dari mereka atau 50 persen wisatawan global mengatakan, berita-berita terkait perubahan iklim memengaruhi mereka untuk melakukan perjalanan berkelanjutan. Hal ini diikuti pula dengan naiknya keinginan wisatawan menerapkan konsep tersebut.Sebanyak 46 persen pelaku perjalanan global telah tinggal pada akomodasi berkelanjutan setidaknya sekali dalam setahun terakhir. Pilihan ini dilatarbelakangi sejumlah alasan, antara lain keinginan mengurangi dampak negatif pada lingkungan (41 persen), keinginan memiliki pengalaman lokal yang lebih relevan (33 persen), serta keyakinan properti berkelanjutan akan mendorong perlakuan yang lebih baik bagi komunitas (31 persen).Booking.com menyebar survei pada 30.314 responden dari 32 negara. Mereka berusia minimal 18 tahun dan adalah pengambil keputusan primer ketika berwisata. Survei ini dilakukan secara daring pada Februari 2022.Baca juga: Wisata Berkelanjutan Jadi Prioritas pada 2024Sebagian pelaku perjalanan meyakini, melindungi dan mempelajari budaya-budaya lokal merupakan bagian dari wisata berkelanjutan. Filosofi regeneratif ini pada akhirnya akan memengaruhi pengambilan keputusan wisatawan. Dengan menciptakan dan menawarkan lebih banyak opsi keberlanjutan, sebuah keniscayaan membentuk peluang-peluang baru yang berdampak positif untuk menciptakan kepuasan perjalanan.Tak sedikit wisatawan yang berharap, pada akhirnya mereka dapat berkontribusi kembali pada komunitas lokal. Mereka juga tak segan untuk membayar lebih guna memastikan masyarakat setempat diuntungkan atas kedatangannya.KOMPAS/LASTI KURNIA Kerumunan wisatawan yang turun dan yang hendak naik kapal cepat tampak memenuhi pantai tempat pemberangkatan kapal cepat di Pulau Gili Trawangan, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Kamis (4/2). Jumlah wisatawan ke NTB terus naik tiap tahun seiring diadakannya beragam fesival, termasuk Festival Budaya Tambora.Kejar kuantitasTahun ini, Kemenparekraf meningkatkan target kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara. Pergerakan domestik diharapkan menyentuh 1,25 miliar hingga 1,5 miliar perjalanan pada 2024. Angka itu naik dari pergerakan setahun sebelumnya sebesar 1,2 miliar sampai 1,4 miliar perjalanan.Adapun wisatawan mancanegara, pergerakannya diharapkan mencapai 9,5 juta sampai 14,3 juta kunjungan pada 2024, meningkat dari 2023 yang berkisar 6 juta hingga 8,5 juta kunjungan.Baca juga: Pergerakan Wisatawan Tinggi, tetapi Durasi Menginap RendahAmbisi-ambisi ini menunjukkan pemerintah yang masih mengejar kuantitas ketimbang kualitas. Padahal, konsep keberlanjutan perlu memprioritaskan kualitas, seperti yang selama ini digaungkan sejumlah pakar pariwisata.Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari menekankan, tren pariwisata global kini tak lagi dipahami sebagai tempat. Namun, lebih daripada itu, pariwisata menjadi cara baru untuk melihat berbagai hal.”Nah, dengan sekarang ini, kita tidak lagi mengukur volume, tapi values. Jadi from volume to values, nilai-nilai. Tapi kalau kementerian masih target-targetnya pada jumlah, itu ketinggalan zaman,” ujar Azril pada November lalu.Kualitas dapat dikejar dengan durasi lama tinggal (length of stay) para wisatawan. Sektor pariwisata akan lebih diuntungkan ketika wisatawan tinggal lebih lama karena menyumbang belanja yang lebih besar. Sebaliknya, perputaran uang akan lebih rendah ketika para pelaku perjalanan datang berbondong-bondong, tetapi durasi menginapnya singkat.Laporan Booking.com menunjukkan, beragam langkah perlu diupayakan untuk mempromosikan liburan berkelanjutan. Banyak orang masih meragukan beperjalanan yang lebih ramah lingkungan. Hal ini menunjukkan, industri pariwisata perlu menjelaskan dengan lebih transparan dan sederhana untuk kalangan wisatawan yang lebih luas.Setidaknya 31 persen responden bahkan tak mengetahui bahwa opsi pariwisata berkelanjutan itu ada. Sebanyak 29 persen lainnya juga tak mengetahui cara menemukan opsi pariwisata tersebut.Dalam skala global, tren pariwisata berkelanjutan diprediksi ramai peminat. Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini dengan promosi wisata yang tepat.Pemerintah sebagai regulator perlu mempersiapkan diri bersama para pelaku wisata dan pemangku kepentingan.Sebab, kini, sembari bersenang-senang menghabiskan waktu berlibur, wisatawan bisa melakukan langkah nyata untuk menahan bumi dari kerusakan yang lebih masif dengan pariwisata berkelanjutan.Baca juga: Pariwisata Berkualitas Perlu Jadi Perhatian Editor:AUFRIDA WISMI WARASTRI