BANDUNG, KOMPAS.com - Persatuan Hotel dan Restoran (PHRI) akan mengajukan judicial review atau uji materi aturan ketetapan pajak hiburan 40-75 persen ke Mahkamah Konstitusi. Diketahui, pemerintah menaikan pajak hiburan yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Pada aturan tersebut, pajak yang naik yakni untuk jasa kesenian dan hiburan mencakup tontonan film, pergelaran kesenian, kontes kecantikan, dan kontes binaraga.Baca juga: Pajak Hiburan Naik 40 Persen, Pekerja Kelab Malam di Kemang Khawatir Di-PHK Lalu, pameran, pertunjukan sirkus, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, dan olahraga permainan. Kemudian, rekreasi wahana, panti pijat dan refleksi, serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi dan Keanggotaan Badan Pimpinan Pusat (BPP) PHRI Yuno Abeta Lahay mengatakan, pengajuan judicial review dilakukan karena banyaknya tempat hiburan yang terkait erat dengan hotel dan restoran. "Kami konsen juga pada hiburan kayak spa dan lain sebagainya yang jadi fasilitas hotel. Kami akan ajukan kemungkinan minggu depan," kata dia saat dihubungi, Jumat (19/1/2024). Baca juga: Kenaikan Pajak Hiburan Diprotes, Luhut Turun TanganDia menerangkan, PHRI meminta Pemerintah untuk menghapus pasal yang menetapkan besaran pajak 40-75 persen tersebut. "Kami meminta agar itu dihapuskan dan dikembalikan lagi menjadi 10 persen. Meskipun di Jabar, Kabupaten Bogor sudah mengeluarkan Perda pajak sebesar 50 persen," tambah Yuno. Menurut dia, kenaikan pajak hiburan yang terlalu besar bisa membuat lesu sektor pariswisata. Mengingat, sektor hiburan adalan elemen pendukungnya. Hal ini dibuktikan dengan vlog Inul Daratista beberapa waktu lalu yang mengungkapkan sepinya tempat karaoke miliknya. Walaupun ada perdebatan perihal pemicu sepinya usaha milik pendangdut asal Pasuruan, Jawa Timur tersebut. Baca juga: Ketika Kenaikan Pajak Hiburan Buat Pengusaha Tempat Hiburan di Jakarta Teriak "Justru kehancuran bagi pariwisata karena hiburan kan elemen pendukungnya. Kekhawatiran tamu tuh di sana (tingginya pajak)," ungkap Yuno. Yuno menyebutkan, promosi yang dilakukan Pemerintah untuk mendongkrak sektor pariwisata akan sia-sia bila elemen pajak hiburan naiknya terlalu tinggi. Bila dibandingkan dengan Thailand, yang sektor pariwisatanya menjadi salah satu yang paling maju di Asia Tenggara-bahkan Pemerintah di sana memberikan subsidi dan tidak menaikan pajak. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.