Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Giliran Pelaku Pariwisata Gugat Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen ke MK

Jakarta (SIB)Setelah tempat karaoke keluarga Happy Puppy menggugat kenaikan pajak hiburan menjadi 40-75 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK), kini gugatan datang kembali. Kali ini diajukan oleh sejumlah pelaku industri pariwisata di Indonesia."Menyatakan UU Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 58 ayat 2 yang berbunyi 'Khusus tarif PBJT (pajak barang dan hiburan tertentu) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen' bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi permohonan pelaku pariwisata sebagaimana tertuang dalam salinan permohonan yang dilansir website MK, Senin (12/2).Pelaku industri pariwisata yang menggugat ialah:DPP Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI). Organisasi ini merupakan induk organisasi industri pariwisata di Indonesia yang memiliki asosiasi sektoral yang merupakan anggota GIPI. Misalnya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang memiliki anggota 2.471 hotel, 830 restoran, 59 lembaga pendidikan, dan lain-lain.PT Kawasan Pantai Indah yang memiliki sektor bisnis jasa menyajikan makanan dan minuman di tempat, jasa kesenian panggung, dan usaha yang kegiatannya menghidangkan minuman alkohol dan nonalkohol.CV Puspita Nirwana, yang bergerak dalam bisnis penyediaan jasa layanan minum yang menyediakan tempat dan fasilitas untuk menari dengan diiringi musik hidup, atraksi pertunjukan lampu, serta pramuria.PT Serpong Abadi Sejahtera, distributor yang bergerak dalam bisnis usaha distribusi minuman nonalkohol.CV Citra Kreasi Terbaik, yang bergerak dalam bidang usaha pertunjukan kesenian.PT Serpong Kompleks Berkarya, yang bergerak dalam bidang usaha pertunjukan kesenian."Frase 'pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa' dengan reklasifikasi yang keliru, ambigu, dan tidak otentik sebagai kualitas jasa hiburan khusus, namun adalah nama jenis usaha bersifat umum yang tidak identik diklaim bersifat mewah (luxury) dan dituduh yang perlu dikendalikan," urainya.Menurut para penggugat, pasal yang digugat bertentangan dengan Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 dan Pasal 28I ayat 2 UUD 1945."Akibatnya, para pemohon mengalami perlakukan diskriminatif dalam pengenaan tarif pajak hiburan tertentu sehingga melanggar hak konstitusional pemohon atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil," ucapnya.Pemohon juga menilai pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28H ayat 1 UUD 1945. Termasuk juga bertentangan dengan Pasal 27 ayat 2 UUD 1945."Norma objek uji materiil a quo keliru mengidentifikasi kenyataan empiris dan konsep hukum pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa yang diasumsikan sebagai jasa hiburan yang sifatnya mewah/luxury dan sifatnya perlu dikendalikan," tegasnya.Permohonan ini sudah didaftarkan di MK dan sedang diproses kepaniteraan.Happy Puppy GugatSebelumnya, pihak Happy Puppy menilai kenaikan pajak hiburan itu melanggar UUD 1945 dan konstitusi.Happy Puppy menggugat Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menyatakan:"Khusus tarif PBJT (Pajak Barang dan Hiburan Tertentu-red) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen."Happy Puppy meminta pasal itu diubah menjadi:"Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke namun dikecualikan terhadap karaoke keluarga, kelab malam, bar dan mandi uap/spa, ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen."Demikianlah bunyi permohonan Happy Puppy sebagaimana tertuang dalam salinan permohonan yang dilansir website MK, Senin (12/2).Happy Puppy merujuk naskah akademik lahirnya UU 1 Tahun 2022 tang hendak melakukan pengendalian terhadap jasa hiburan karaoke. Namun dengan menyamakan karaoke keluarga dengan kelab malam/bar, dinilai tidak tepat. Oleh sebab itu, Happy Puppy menilai aturan itu menjadi diskriminatif."Akan tetapi, tidak dijelaskan alasan pengendalian yang dimaksud sehingga menimbulkan ketidakjelasan dalam penentuan norma tarif pajak," urainya.Happy Puppy menceritakan sejarah karaoke sejak 1961, NBCA di Amerika Serikat menyajikan acara hiburan Sing-Along with Mitch, yang menayangkan musik dengan lirik lagu, sehingga penonton di rumah bisa menyanyi bersama. Pada 1970, muncul karaoke di Jepang yang kini mendunia. Karaoke dari bahasa Jepang, kara (karppo), yang berarti kosong dan oke (okesutora), yang berarti orkestra. Kemudian karaoke menjadi bisnis yang mendunia."Happy Puppy didirikan 14 November 1992 dengan slogan no hostess, no whisky, no drug, no house music," tuturnya.Oleh sebab itu, Happy Puppy menilai UU 1 Tahun 2022 tidak selaras dengan UUD 1945."Dengan berlakukan UU 1 Tahun 2022 tidak menunjukkan adanya asas pengayoman, asas kekeluargaan, asas keadilan, asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, asas ketertiban dan asas kepastian hukum, sebagai akibat pengenaan PBJT paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen," tegasnya.Permohonan ini sudah didaftarkan di MK dan sedang diproses kepaniteraan. (detikcom/d)