Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

Perizinan Lewat OSS Berpotensi Pelanggaran Pembangunan yang Kian Masif di Bali, Begini Pendapat PHRI - Bali Express

DENPASAR, BALI EXPRESS - Maraknya pelanggaran pembangunan di Bali diduga karena mudahnya proses perizinan melalui Online Single Submission (OSS) menjadi sorotan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali. Banyak bangunan di Bali seperti hotel dan vila berdiri menabrak aturan-aturan yang sudah lebih dulu ada. “Tujuan OSS sebenarnya bagus sekali yaitu cepat, clear, dan transparan. Ada pihak-pihak yang bertanggung jawab, ada usaha berisiko kecil, menengah, besar jadi ada pembagian-pembagiannya,” kata Ketua PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. Baca Juga: Mundur Lagi, Groundbreaking LRT di Bali Paling Cepat Maret 2024  “Tapi fakta di lapangan tidak seperti itu, sekonyong-konyong ada bangunan besar, ada bangunan yang sangat jauh dari kaidah-kaidah arsitektur tradisional Bali dan ketika Pemerintah Provinsi ditanyakan, mengatakan bahwa itu urusan pusat. Persoalannya tidak sesederhana itu,” tambah pria yang akrab disapa Cok Ace ini. Dengan persoalan itu, Cok Ace  melihat ekosistem perizinan harus diperbaiki. Hal ini untuk menjaga pariwisata berkelanjutan. Jika persoalan ini belum teratasi dikhawatirkan arah pembangunan Bali berubah ke depan. "Bolong-bolongnya inilah yang ikut kami pikirkan. Ada mekanisme-mekanisme yang bisa kita lakukan untuk menutupi kelemahan-kelemahan ini atau mengeliminir pelanggaran-pelanggaran ini dan ada jawaban yang bisa kami lakukan yaitu mengajukan keberatan yang bisa diajukan lewat perizinan kabupaten/kota, provinsi,” kata Cok Ace. Ia berharap hal ini mendapat atensi, sehingga pembangunan pariwisata Bali sesuai harapan bersama, yaitu masyarakat dan industri yang menggantungkan hidup dari pariwisata. Baca Juga: Menengok Klaster Usaha Binaan BRI, Manfaatkan Hama Eceng Gondok Jadi Anyaman Bernilai Tinggi Masifnya pembangunan hotel dan vila belakangan ini yang terkesan tak terkendali diakui tidak hanya dari sisi tata ruang, tapi juga fisik bangunannya tidak sesuai Perda Bali Nomor 5 tahun 2005 tentang persyaratan arsitektur bangunan gedung, dan lain-lain. “Ada juga bangunan besar masuk ke pedalaman, desa. Izin prinsip dasar, lingkungan, penyanding, sama seperti dulu karena perdanya belum berubah. Ketika melanggar aturan lingkungan dan mengatakan ijin sudah dipenuhi tapi kenapa ada demo. Itu artinya ada yang tertinggal, terabaikan selama ini, karena ada tahapan-tahapan yang harus dipenuhi,” terangnya. Di sisi lain, soal pembatasan atau tidak pembangunan hotel perlu dilakukan studi carrying capacity, supply and demand. Sedangkan yang selama ini masyarakat merasa terlalu banyak hotel dan villa, maka hal itu perlu dilakukan kajian serta harus disertai dengan proyeksi.