Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

PHRI Bantah Tudingan Tak Beres Tangani Sampah Hotel dan Resto

Kondisi sampah di tepi jalan berserakan dan terdapat bekas dibakar. Medcom.id/Ahmad Mustaqim Yogyakarta: Pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih kesulitan menangani persampahan sejak penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan di Kabupaten Bantul. Pemerintah Kabupaten Sleman, misalnya, menyebut pelaku usaha, termasuk perhotelan dan restoran salah satu penyumbang sampah. Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo, menuding perhotelan dan restoran menjadi pihak yang belum sepenuhnya mampu menyelesaikan pengolahan sampah. Bahkan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sleman, Epiphana Kristiyani, menyatakan akan melakukan pertemuan dengan pihak-pihak tersebut. Selain Sleman, Pemerintah Kota Yogyakarta juga hampir serupa. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo Eryono, membantah tudingan itu. Dia menyebut perhotelan dan restoran sudah memiliki aturan dalam pengelolaan sampah. Bahkan sebelum situasi darurat ketika TPA Piyungan ditutup 1,5 bulan. "Sebelum ada darurat sampah kami sudah memilah dan memilih sampah, organik dan anorganik. Sampah anorganik dikasih bank sampah di sekitar hotel dan hasil penjualan diberikan kas bank sampah kampung setempat," kata Deddy, Selasa, 8 Agustus 2023. Deddy memastikan perhotelan dan restoran anggota PHRI DIY memiliki standar pengelolaan sampah. Total anggota PHRI DIY sebanyak 480, sementara data perhotelan dan restoran berdasarkan Dinas Pariwisata setempat sekitar 5 ribuan. "Kami sampaikan ke pemerintah, kalau ada hotel membuang sampah pinggir jalan laporkan disertai bukti. Kami punya aturannya juga. Jangan di-gebyah uyah (disamaratakan). Jangan disamakan anggota PHRI dan non PHRI," kata dia. Selain itu, kata dia, perhotelan kelompoknya memiliki cara tersendiri dalam penanganan sampah. Tidak semua anggota PHRI memiliki lahan untuk membuat biopori, sebagaimana kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta. Deddy mengatakan ada perhotelan yang bermitra dengan pihak kedua dalam pengelolaan dan pengolahan sampah, baik organik maupun anorganik. "Pengolahan sampah itu masuk di dalam sertifikat hotel berbasis risiko, ada rendah, sedang, dan tinggi. Sesuai aturan Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif)," ujarnya. Ia menambahkan, pengelola hotel juga sebagian membayar tagihan retribusi pengelolaan sampah. Ada juga program CSR perhotelan khusus pengelolaan sampah. Dari hal itu, Deddy menilai pemerintah seharusnya fokus dalam bisa mengelola sampah dengan baik dari manapun sumbernya. "Jangan seolah-olah hotel dan restoran disudutkan, seperti saat pandemi kemarin kami harus buat wastafel dan sebagainya. Kita sudah  manut aturan pemerintah saja, tapi pemerintah juga harus menjalankan fungsi dan tugasnya," jelas dia.