Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

WASPADA ISU SARA BUZZER POLITIK

Bawaslu: Potensi Kecurangan pada Pemungutan, Perhitungan dan Rekapitulasi Suara PALANGKA RAYA/TABENGAN.CO.ID- Buzzer politik kian gencar bergerak menyebarkan postingan ke media sosial terkait sejumlah pasangan calon yang ikut sebagai kontestan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Bahkan di Kalimantan Tengah (Kalteng) sejumlah isu bernuansa Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) ikut membuat gaduh masyarakat pengguna media sosial. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menyampaikan terkait potensi kecurangan yang sering terjadi di dalam Pilkada pemilihan calon gubeenur dan wakil Gubernur Kalteng. Diketahui, saat ini tahapan Pilkada Kalteng 2024 sudah memasuki tahapan kampanye yang dimulai sejak Rabu, 25 September hingga 23 November 2024. Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Prov. Kalteng, Kristaten Jon menyebut tentang potensi kecurangan dalam Pilkada berdasarkan pelaksanaan edisi-edisi sebelumnya. “Terkait dengan potensi kecurangan dalam Pilkada berdasarkan Pilkada sebelumnnya, paling sering terjadi pada tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara,” ujar Jon kepada Tabengan, Jumat (27/9). Jon menyebut, pola yang paling sering terjadi itu terkait distribusi Formulir C6 atau form pemberitahuan memilih. Disinilah yang menjadi permasalahan ungkap Jon. “Dalam form C6 tersebut menggunakan hak suara orang lain, mobilisasi pemilih, perubahan pada proses rekap berjenjang dan lain-lain,” jelasnya. Kemudian terkait kampanye yang berbau SARA, pihaknya jajaran Bawaslu se Kalteng akan berupaya maksimal melakukan pencegahan dengan melakukan sosialisasi dan pendidikan demokrasi keada masyarakat secara luas dan intensif. “Namun, jika tetap ada yang menyebarkan konten kampanye yang berbau SARA maka kita akan lakukan penindakan bekerja sama dengan instansi lain yang berwenang,” tegas Jon. Paslon Harus Klarifikasi Ketua Penegak Hukum Rakyat Indonesia (PHRI) Kalteng Suriansyah Halim ikut memberikan pendapat terhadap buzzer politik maupun kontestan pilkada yang bersangkutan. “Ngeri-ngeri sedap isu politik SARA yang telah beredar di masyarakat Kalteng tersebut di atas. Sehingga menurut saya, perlu penjelasan langsung dari para calon gubernur-wakil gubernurnya, para tim suksesnya, tentang benar tidak benarnya isu politik SARA tersebut,” kata Halim, Jumat (27/9). Menurut Halim, hal itu diperlukan supaya tidak menjadi isu politik SARA yang liar. Selain itu, masyarakat bisa mantap memutuskan pilihan terhadap calon gubernur dan wakil gubernur selanjutnya di Kalteng. Terkait isu SARA yang dihembuskan ke ranah publik, Halim menyatakan yang berwenang menentukan ada tidaknya pelanggaran dalam proses pilkada adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sedangkan Aparat Penegak Hukum (APH) seperti kepolisian akan bergerak apabila ada laporan dari pihak yang merasa dirugikan akibat buzzer politik. “Polisi pasif dalam perkara ini karena tidak tangkap tangan dalam pelanggarannya,” terang Halim yang juga berprofesi Advokat tersebut. Dia menyatakan larangan menggunakan politik SARA dalam kampanye yang secara jelas sudah diatur dalam UU No 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Perppu No 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang. Dalam Pasal 69 huruf b menyebutkan dalam masa kampanye dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota, calon wakil walikota, dan/atau partai politik. Seharusnya, tambah Halim, dalam masa kampanye calon gubernur-wakil gubernur mengunakan untuk meyakinkan pemilih mengenai visi, misi, dan program yang diusung, bukan malah mengangkat isu SARA untuk menjatuhkan pasangan lainnya. “Sebagai praktisi hukum di Kalimantan Tengah, bagi siapapun yang hanya bisa mengangkat isu SARA dalam masa kampanye dan bukan menyampaikan visi dan misinya, merupakan calon pemimpin yang harus dihindari,” tegasnya. Pasangan calon seperti itu, kata Halim, belum pantas menjadi seorang pemimpin di Kalimantan Tengah dengan jumlah penduduknya mencapai 2,7 juta jiwa. Karena masyarakat Kalteng hidup berdampingan dengan berbagai suku, dan kaya akan adat istiadat, dengan prinsip utama yaitu falsafah huma betang, yaitu kejujuran, kebersamaan, kesetaraan, dan ketaatan akan hukum. Bijak Bermedia Sosial  Terkait banyaknya komentar dari akun-akun buzzer yang mengarah pada isu SARA di perhelatan politik Pilkada 2024, Humas Polresta Palangka Raya mengajak untuk tetap bijak dalam bermedia sosial. Humas Polresta Palangka Raya Iptu Sukrianto, Jumat (27/9), menyampaikan, sampai saat ini berkaitan dengan hal tersebut belum ada laporan yang masuk ke pihaknya. Namun, jika ada laporan, maka undang undangnya jelas adalah Undang-Undang ITE. “Tetapi dilihat kembali apakah di Bawaslu juga memiliki peraturan terkait hal tersebut. Karena ini berkaitan Pilkada. Untuk sekarang belum ada laporan yang masuk ke kami terkait hal tersebut,” katanya. Ia mengajak kepada masyarakat Kalimantan Tengah, terkhusus Kota Palangka Raya, untuk bijak dalam bermedia sosial serta bersama-sama melawan hoaks dan juga termasuk isu SARA. “Polresta Palangka Raya mengajak untuk melakukan media sosial dengan bijak. Jangan menyampaikan berita-berita yang tidak jelas, apalagi berita berita yang berkaitan dengan SARA di tahun politik ini. Mari kita wujudkan Pilkada 2024 ini dengan aman dan damai,” pungkasnya. dre/dlo/rmp