Perbaikan Data
Perbaikan Data khusus anggota
Klik Di Sini

PHRI Minta Pemerintahan Baru Tindak OTA Asing yang Rugikan Pariwisata

Ilustrasi pariwisata. JAKARTA, Investor.id – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap pemerintahan baru bisa menindak online travel agents (OTA) asing yang kerap menekan industri pariwisata nasional. Selama ini, praktik bisnis OTA asing membuat industri pariwisata babak belur.   Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran menerangkan, OTA asing beroperasi tanpa badan usaha tetap (BUT) di Indonesia. Ini merugikan sektor akomodasi di Indonesia, karena OTA asing tidak membayar pajak dan memberlakukan sistem parity rate yang membatasi harga jual hotel. "OTA asing ini tidak memiliki NPWP, sehingga industri lokal yang akhirnya harus menanggung pajak sebesar 20%. Ini beban besar,” jelas Alan, dikutip Jumat (18/10/2024). OTA asing juga tidak membayar PPN 11%, seperti yang diwajibkan pada penyedia jasa di Indonesia. Dalam aturan akomodasi perjalanan, komisi yang diterima OTA asing, misalnya sebesar 18%, itu harus dikenakan PPN. Begitu juga dengan pajak komisi 1,1%. Tetapi, akibat OTA asing tidak memiliki BUT, mereka tidak membayar pajak tersebut dan membebankan kepada hotel. Tak jarang juga, kata dia, ada kasus hotel yang mengeluh OTA asing yang melanggar perjanjian kontrak. Letika masa kontrak antara hotel dan OTA berakhir, kamar hotel masih dijual melalui platform tanpa persetujuan hotel, yang tentu merugikan hotel dari sisi operasional dan reputasi. Belum lagi, kata dia, soal OTA asing yang menggunakan strategi ‘bakar uang’ dengan memberikan diskon besar untuk menarik pelanggan. Meskipun ini tampak menguntungkan bagi wisatawan, pada kenyataannya skema ini merusak pendapatan hotel dan penyedia jasa wisata lokal. "OTA asing ini memaksakan harga sangat rendah di aplikasinya, sehingga hotel terpaksa mengikutinya," tegas dia. Menurut dia, dalam jangka panjang strategi ini berdampak pada keberlanjutan usaha lokal di sektor pariwisata. Apalagi mereka juga menerapkan parity rate yang memaksa hotel tidak bisa menjual dengan harga lebih rendah dari yang mereka tetapkan. "Kami tidak punya pilihan karena mereka menguasai pasar digital," tutur dia. Tidak hanya itu, Maulana juga menyoroti mahalnya harga tiket pesawat yang menjadi penghalang bagi mobilitas wisatawan domestik. Dia menyebut, sebagai negara kepulauan dengan 17 ribu lebih pulau, Indonesia sangat bergantung pada transportasi udara untuk mempercepat pergerakan orang dan barang. Diketahui, pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin tinggal menghitung hari hingga 20 Oktober 2024. Salah satu sektor yang mengalami perkembangan signifikan adalah pariwisata, karena tumbuhnya sejumlah destinasi wisata baru, namun bukannya tanpa persoalan. Maulana tak memungkiri, selama kepemimpinan Presiden Jokowi, sektor pariwisata Indonesia telah berkembang signifikan. Namun, masih ada sejumlah tantangan penting yang harus diatasi untuk memastikan keberlanjutan industri pariwisata yang kuat dan kompetitif. Editor: Harso Kurniawan (harso@investor.co.id) Follow Channel Telegram Official kami untuk update artikel-artikel investor.id Follow Baca Berita Lainnya di Google News Read Now LIVE STREAMING Saksikan tayangan informasi serta analisis ekonomi, keuangan, dan pasar modal di IDTV