YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta menilai, rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, cukup memberatkan bagi pelaku usaha. Ketua PHRI Gunungkidul, Sunyoto mengungkapkan bahwa situasi ekonomi saat ini sudah cukup sulit.Baca juga: Ada di UU HPP, Bisakah Kebijakan Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Dibatalkan? "Bisa jadi ketika daya beli masyarakat turun dapat berimbas kepada PHK," ujarnya saat dihubungi wartawan melalui telepon pada Rabu (20/11/2024). Sunyoto menambahkan bahwa pajak yang dibebankan kepada pengusaha sudah cukup banyak, termasuk pajak restoran sebesar 10 persen, ditambah lagi dengan charge yang biasanya dikenakan pada hotel. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang mengatur jenis barang yang dikenakan PPN. Pasal 4 Ayat (1) UU No. 42/2009 menyatakan bahwa PPN dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang dan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. "Pusing, cukup memberatkan. Apa-apa dipajakin," kata Sunyoto mengekspresikan kekhawatirannya. Baca juga: Soal Kenaikan PPN 12 Persen, Komisi XI DPR: Sekarang Bolanya Ada di Pemerintah Selain itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Gunungkidul Agung Margandi, juga mengakui bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen akan memperburuk situasi yang dihadapi pengusaha. Dia menyatakan kekhawatirannya bahwa hal ini akan membebani konsumen, terutama di tengah tantangan ekonomi global dan domestik yang sedang berlangsung. Agung berharap pemerintah dapat mempertimbangkan dampak dari kenaikan PPN 12 persen terhadap sektor usaha dan mencari solusi alternatif yang mendukung pemulihan ekonomi nasional tanpa memberatkan dunia usaha. "Kami khawatir akan meningkatkan biaya operasional dan beban konsumen, yang dapat menurunkan daya beli," pungkasnya. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.