Jumat, 06 Desember 2024 | 20:00 WIB Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Tri Sulistiowati KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusron menuturkan bahwa kebijakan menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% belum tepat dan semakin membebani pelaku usaha. Sebagai informasi, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) resmi menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang penetapan Upah MInimum Tahun 2025. Beleid itu diteken Menteri Ketenagakerjaan Yassierli pada 4 Desember 2025. Maulana menjelaskan, kondisi dunia usaha saat ini masih tertatih-tatih, mengingat banyak PHK dan juga kelesuan daya beli. Sebagai pelaku usaha, PHRI melihat kebijakan kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5% cukup mengagetkan. "Jika berbicara sektor pariwisata, misalnya, sebagai sektor yang membutuhkan daya beli, kunjungan wisman sejak tahun 2023 sampai 2024 tidak banyak perubahannya. Lalu, kemudian terlihat adanya penurunan daya beli, dan lapangan pekerjaan yang susut. Kondisi-kondisi ini dulu yang seharusnya dapat dibenahi dan dianulir," urainya saat dihubungi oleh Kontan, Jumat (6/12). Ia melanjutkan, sebelum memutuskan untuk menaikkan UMP, Pemerintah harus memperbaiki kondisi ekonomi, agar penciptaan lapangan pekerjaan dapat terjadi. Menurutnya, jika masalah utama tersebut tidak diatasi, maka kelesuan daya beli tidak bisa teratasi dan aturan UMP tersebut sulit terealisasi. Baca Juga: DPR Pastikan PPN 12% Berlaku Untuk Barang Mewah Mulai Januari 2025 1 2 3 Ia menyatakan, Pemerintah perlu menciptakan keseimbangan yang dapat dinikmati oleh semua pihak dan seharusnya mengambil keputusan yang tepat, sehingga dapat menyelamatkan masyarakat banyak. "Yang paling penting sebenarnya, keseimbangan apa yang bisa dilakukan supaya semua masyarakat bisa menikmati, karena ujung-ujungnya memang dengan adanya keterbukaan lapangan pekerjaan itulah, maka daya beli juga akan membaik.Menurut kami, memang yang paling penting itu apakah ada lapangan pekerjaannya atau tidak, nah itu menjadi hal utama menurut kami," tegasnya. Ia juga menyinggung soal kenaikan PPN 12%, dimana sebagai pihak yang menjalankan perekonomian, PHRI dan Pemerintah dapat bersama-sama melihat dan menciptakan permintaan, sehingga meningkatkan pendapatan atau devisa berupa pajak daerah, tidak dengan menaikkan PPN. Maulana menambahkan jika nilai pajak terus dinaikkan, beban usaha juga semakin meningkat. "Yang harus kita perhatikan di sana, karena dinamika perizinan dalam usaha, kenaikan angka pajak dan retribusi daerah juga mempengaruhi beban usaha. Pemerintah lakukan analisa, namun fakta di lapangan tidak terjadi seperti itu," paparnya. Baca Juga: UMP Naik 6,5%, Apindo Minta Pemerintah Pro Aktif Bantu Pengusaha Selanjutnya: Distribusi AMDK Disarankan Tidak Boleh Terganggu Saat Libur Nataru Menarik Dibaca: Ini Tren Perlengkapan Olahraga yang Populer di 2024 Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News